Sabtu, 30 Maret 2013

Penerapan Teori Behavioristik dalam Pembelajaran Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Pada Anak Sekolah Dasar

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, serta hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul  “Penerapan Teori Behavioristik dalam Pembelajaran Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Pada Anak Sekolah Dasar ”
Dalam penyelesaian tugas ini, tentu tak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada  semua pihak yang selalu memberikan motivasi kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Walau demikian kami menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna, sehingga kritik dan saran yang berdifat membangun sangat kami harapkan agar makalah kami berikutnya lebih sempurna.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun khususnya, pemerhatikan pendidikan pada umunya, serta merupakan sebuah pengabdian kepada Allah Swt.

Jakarta, 09 Desember  2012



    Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR    i
DAFTAR ISI    ii
BAB I PENDAHULUAN    1
1.1 Latar Belakang    1
1.2 Rumusan Masalah    2
1.3 Tujuan Penulisan    3
BAB II PEMBAHASAN    4
2.1 pengertian teori belajar Behavioristik    4
2.2 Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi anak Sekolah Dasar    14
2.3 Penerapan Teori Behavioristik Dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Bagi Anak Sekolah Dasar    25
BAB III PENUTUP    29
3.1 Kesimpulan    29
3.2 Saran    30
DAFTAR PUSTAKA    31


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dunia berkembang begitu pesatnya. Segala sesuatu yang semula tidak bisa dikerjakan, mendadak dikejutkan oleh orang lain yang bisa mengerjakan hal tersebut. Agar kita tidak tertinggal dan tidak ditinggalkan oleh era yang berubah cepat, maka kita sadar bahwa pendidikan itu sangat penting.
Banyak negara yang mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik. Namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan salah satu tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa.
Pengemasan pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran sekarang ini belum optimal seperti yang diharapkan. Hal ini terlihat dengan kekacauan-kekacauan yang muncul di masyarakat bangsa ini, diduga bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikan yang sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap kekacauan ini.
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak lepas dari individu yang lainnya. Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antarmanusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesama, maupun interaksi dengan tuhannya, baik itu sengaja maupun tidak disengaja.
Untuk berinteraksi sangat dibutuhkan bahasa yang mampu menghubungkan kontak kita. Salah satu bahasa yang kita gunakan adalah bahasa Indonesia. Salah satu tujuan utama pengajaran bahasa adalah mempersiapkan siswa untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah. Agar interaksi dapat bermakna bagi siswa, perlu didesain secara mendalam program pembelajaran bahasa Indonesia. Desain yang bertumpu pada kontekstual, konstruktif, komunikatif, intergratif, dan kuantum yang didasari oleh kompetensi dasar siswa.
Kemampuan berbahasa Indonesia berarti siswa terampil menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Terampil berbahasa berarti terampil menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia. Menghayati bahasa dan sastra Indonesia berarti siswa memiliki pengetahuan bahasa dan sastra Indonesia, dan memiliki sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mengangkat tiga rumusan masalah. Antara lain :
1.2.1 Apakah pengertian teori belajar Behavioristik?
1.2.2 Bagaimanakah proses Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi anak Sekolah Dasar.
1.2.3 Bagaimanakah penerapan teori behavioristik dalam mata pelajaran bahasa Indonesia bagi anak sekolah dasar?


1.3 Tujuan Penulisan
Dalam makalah ini penulis mengangkat tiga tujuan masalah. Antara lain :
1.3.1 Menjelaskan pengertian teori belajar Behavioristik.
1.3.2 Mengetahua proses Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi anak Sekolah Dasar?
1.3.3 Mendeskripsikan penerapan teori behavioristik dalam mata pelajaran bahasa Indonesia bagi anak sekolah dasar.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 pengertian teori belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
(1)    Reinforcement and Punishment;
(2)    Primary and Secondary Reinforcement;
(3)    Schedules of Reinforcement;
(4)    Contingency Management;
(5)    Stimulus Control in Operant Learning;
(6)    The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.

Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni:
(1)    hukum efek;
(2)    hukum latihan dan
(3)    hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991).
Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.

Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan.
“Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku”.(Slavin, 2000).
Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek.
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
• Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
• Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
• Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman.
Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.

Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.

2.2 Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi anak Sekolah Dasar
Salah satu tujuan utama pengajaran bahasa adalah mempersiapkan siswa untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah. Agar interaksi dapat bermakna bagi siswa, perlu didesain secara mendalam program pembelajaran bahasa Indonesia. Desain yang bertumpu pada kontekstual, konstruktif, komunikatif, intergratif, dan kuantum yang didasari oleh kompetensi dasar siswa.
Kemampuan berbahasa Indonesia berarti siswa terampil menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Terampil berbahasa berarti terampil menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia. Menghayati bahasa dan sastra Indonesia berarti siswa memiliki pengetahuan bahasa dan sastra Indonesia, dan memiliki sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia.

Pengertian Metodologi Pembelajaran Bahasa
Strategi pembelajaran merupakan aspek penting dalam kemajuan pendidikan di sekolah. Apalagi saat ini, Indonesia mulai berbenah diri dalam pelaksanaan pendidikan bagi warganya mulai diversifikasi kurikulum yang dapat melayani kemampuan sumber daya manusia, kemampuan siswa, sarana pembelajaran, dan budaya di daerah. Guru diharapkan menjadi seorang yang kaya akan teknik pembelajaran dan mampu menerapkan kapan, di mana, bagaimana, dan dengan siapa diterapkan metode tersebut. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sebenarnya aspek yang juga paling penting dalam keberhasilan pembelajaran adalah penguasaan metode pembelajaran.
Strategi meliputi pendekatan, metode, dan teknik. Pendekatan adalah konsep dasar yang melingkupi metode dengan cakupan teoritis tertentu. Metode merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode. Metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran. Teknik adalah cara konkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung. Guru dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Pendekatan komunikatif menekankan pada bahasa sebagai alat berkomunikasi. Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah agar siswa terampil menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Komunikasi tidak selalu bersifat formal atau resmi tetapi juga mungkin bersifat tidak formal. Karena itu bahan pengajaran tidak hanya ditekankan kepada ragam baku tetapi juga ragam lainnya. Bahan pengajaran bahasa harus sesuatu yang bermakna bagi siswa. Hal ini diwujudkan antara lain dalam pemilihan bahan pengajaran yang berkaitan dengan ragam-ragam komunikasi seperti tersebut di atas.
Guru bahasa Indonesia harus menyadari sungguh-sungguh bahwa keterampilan menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi akan tercapai bila siswa diberi kesempatan: memahami teori, mempraktikkan teori, serta berlatih menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Metode adalah cara-cara mengajar yang telah disusun berdasarkan prinsip dan sistem tertentu. Hakikat metode pengajaran bahasa berdasarkan pendapat Basennang sesungguhnya tidak lain adalah persoalan pemilihan bahan yang akan diajarkan, penentuan cara-cara penyajiannya, dan cara mengevaluasinya. Orientasi pada tujuan pengajaran yang ingin dicapai.
Teknik merupakan satu rancangan menyeluruh untuk menyajikan secara teratur bahan-bahan pengajaran bahasa, tidak ada bagian-bagian yang saling bertentangan dan semuanya berdasarkan pada asumsi pendekatan (Parera,1993:93). Menurut Parera, sebuah metode ditentukan oleh:
1) Hakikat bahasa
2) Hakikat belajar mengajar bahasa
3) Tujuan pengajaran bahasa
4) Silabus yang digunakan
5) Peran guru, siswa, dan bahan pengajaran.
H.G. Tarigan (1989:18) menyatakan bahwa “Metodologi adalah ilmu mengenai metode, dan istilah metode ini mencakup: silabus, pendekatan, strategi/teknik, materi, dan gaya guru. Jadi dalam setiap pengajaran diperlukan suatu metode untuk mencapai tujuan pengajaran tersebut”.
Setiap metode pengajaran bahasa pada dasarnya menginginkan hasil yang sama yaitu agar para siswa dapat membaca, berbicara, memahami, menerjemahkan, dan mengenali penerapan-penerapan tata bahasa yang dipelajari.
Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi yang di dalamnya terdapat pendekatan, metode, dan teknik secara spesifik.

Jenis-Jenis Metode Pengajaran Bahasa Indonesia
Proses belajar mengajar mencakup sejumlah komponen. Komponen proses belajar mengajar tersebut adalah siswa, guru, tujuan, bahan, metode, media, dan evaluasi. Salah satu kelemahan dalam pengajaran, termasuk pengajaran bahasa, di SD adalah dalam komponen metode. Guru cenderung mengajar secara rutin, kurang bervariasi dalam menyampaikan bahan pengajaran.
Cara mengajar guru sangat berpengaruh kepada cara belajar siswa. Bila guru mengajar hanya dengan metode ceramah maka dapat diduga siswa belajar secara pasif dan hasilnya pun berupa pemahaman materi bersifat teoritis. Belajar melalui pengalaman semakin jauh dari kenyataan.
Untuk mengatasi hal itu maka setiap guru, juga guru bahasa Indonesia, di SD harus mengenal, memahami, menghayati, dan dapat mempraktikkan berbagai metode pengajaran bahasa. Minimal ada 14 metode yang pantas dikuasai oleh guru. Metode yang dimaksud adalah:
1.    metode penugasan
2.    metode eksperimen
3.    metode proyek
4.    metode diskusi
5.    metode widyawisata
6.    metode bermain peran
7.    metode demonstrasi
8.    metode sosiodrama
9.    metode pemecahan masalah
10.    metode tanya jawab
11.    metode latihan
12.    metode ceramah
13.    metode bercerita, dan
14.    metode pameran
Mungkin sekali tidak semua metode tersebut di atas cocok digunakan sebagai metode pengajaran bahasa Indonesia di SD. Tetapi sebagian di antaranya dapat digunakan sebagai metode pengajaran bahasa Indonesia di SD.Proses pembelajaran bahasa Indonesia harus bertumpu ke siswa sebagai subjek belajar. Materi pembelajaran bahasa Indonesia terintegrasi dengan penggunaan bahasa Indonesia dewasa ini. Pembelajaran diarahkan ke pemakaian sehari-hari baik lisan maupun tulis dalam konteks bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa indonesia tersebut di antaranya melalui wacana tulis dan lisan. Wacana tulis berkembang melalui buku pengetahuan, surat kabar, iklan, persuratan, dan lainnya. Sedangkan wacana lisan berkembang melalui percakapan sehari-hari, radio, televisi, pidato, dan sebagainya. Dengan begitu, siswa pembelajar bahasa Indonesia dapat mengikuti zamannya.
Yang belajar dalam kelas adalah siswa bukan guru. Siswa hendaklah diarahkan ke pengembangan potensi diri sendiri. Artinya, segala masalah kebahasaan yang perlu dimainkan di sekolah haruslah juga sesuai dengan zamannya. Kata, kalimat, paragraf, bahkan tulisan harus bernuansa kekinian. Sumber kebahasaan yang digunakan oleh guru juga harus mengacu ke minat dan harapan siswa. Dengan begitu, siswa dapat tertarik dengan pembelajaran bahasa Indonesia.



Aplikasi Teknik Pengajaran Bahasa Indonesia di SD
Bahasa Indonesia diajarkan pada setiap jenjang sekolah mulai dari jenjang sekolah dasar, menengah, sampai ke perguruan tinggi. Walaupun pengajaran bahasa Indonesia sudah dilaksanakan secara ekstensif dalam lembaga pendidikan formal, hasilnya belum memuaskan. Kemampuan berbahasa Indonesia para siswa lulusan SD, SMP, ataupun SMA belum memadai. Bahkan para dosen pembimbing skripsi di perguruan tinggi pun sering mengeluh karena kemampuan berbahasa mahasiswanya kurang memuaskan.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas dan diperkuat lagi oleh pentingnya bahasa bagi manusia maka wajarlah apabila guru membenahi dan memantapkan kembali pengajaran bahasa Indonesia. Pemantapan pengajaran ini harus berlangsung serempak pada setiap jenjang pendidikan pengajaran bahasa harus menghasilkan siswa-siswa yang terampil menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi. Terampil berbahasa bermakna terampil menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia.
Pengajaran bahasa di SD memiliki nilai strategis. Pada jenjang inilah pertama kalinya pengajaran bahasa Indonesia dilaksanakan secara berencana dan terarah. Kesempatan ini dapat dimanfaatkan untuk menanamkan tiga hal. Pertama, guru dapat menanamkan pengetahuan dasar bahasa Indonesia. Kedua, guru dapat menumbuhkan rasa memiliki, mencintai, dan bangga akan bahasa Indonesia pada diri siswanya. Ketiga, guru dapat meningkatkan keterampilan berbahasa para siswa-siswanya.
Siswa yang sudah dibekali dengan landasan yang kuat mengenai pengetahuan sikap positif terhadap pengajaran bahasa Indonesia, dan keterampilan berbahasa yang bersangkutan akan lebih mudah menyelesaikan studinya.
Langkah awal yang harus dilalui oleh guru sebelum merencanakan dan melaksanakan pengajaran bahasa Indonesia di SD adalah memahami benar-benar pedoman petunjuk atau karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Pedoman ini dapat kita baca pada kurikulum dengan perangkatnya, buku-buku pengajaran bahasa, dan buku-buku mengenai bahasa dan sastra Indonesia.
Sebagian besar dari siswa SD tidak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, tetapi bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Melalui kegiatan belajar mengajar di SD mereka diperkenalkan dengan bahasa Indonesia. Melalui kegiatan belajar mengajar bahasa Indonesia ini pula dapat ditumbuhkan nasionalisme untuk mencintai Indonesia terhadap anak-anak daerah berlangsung secara formal.
Melalui pengajaran bahasa di SD diharapkan siswa mendapat bekal yang mantap untuk mengembangkan dirinya dalam pendidikan berikutnya dan hidup bermasyarakat.
Dalam bidang pengetahuan siswa memiliki pemahaman dasar-dasar kebahasaan terutama bahasa baku. Dalam bidang afektif siswa harus diarahkan agar mempunyai sikap positif terhadap bahasa Indonesia.

Teknik Pengajaran Menyimak
Menyimak atau mendengarkan adalah salah satu aspek keterampilan berbahasa. Menyimak berkaitan erat dengan berbicara, membaca, dan menulis. Namun hubungan antara menyimak dan berbicara lebih erat bila dibandingkan dengan hubungan antara menyimak dan membaca ataupun menyimak dan menulis. Komunikasi lisan tidak akan berjalan bila menyimak tidak disertai berbicara atau sebaliknya berbicara mestilah disertai kegiatan menyimak.
Guru bahasa Indonesia di SD harus berupaya agar pengajaran menyimak disenangi oleh siswa. Hal ini dapat terlaksana apabila guru benar-benar menguasai materi dan cara atau metode pengajaran menyimak. Khusus dalam metode pengajaran menyimak tersebut guru harus mengenal, memahami, menghayati, serta dapat mempraktikkan berbagai cara pengajaran menyimak. Teknik pengajaran menyimak yang dapat diterapkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, antara lain:

Teknik Pengajaran Berbicara
Keterampilan berbicara menunjang keterampilan bahasa lainnya. Pembicara yang baik memberikan contoh yang dapat ditiru oleh penyimak yang baik. Pembicara yang baik memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan. Keterampilan berbicara menunjang pula keterampilan menulis sebab pada hakikatnya antara berbicara dan menulis terdapat kesamaan dan perbedaan. Dua-duanya bersifat produktif. Dua-duanya berfungsi sebagai penyampai, penyebar informasi. Bedanya terletak dalam media. Bila berbicara menggunakan media bahasa lisan maka menulis menggunakan bahasa tulisan. Namun keterampilan menggunakan bahasa lisan akan menunjang keterampilan bahasa tulis. Begitu juga kemampuan menggunakan bahasa dalam berbicara jelas pula bermanfaat dalam memahami bacaan. Apalagi dalam cara mengorganisasikan isi pembicaraan hampir sama dengan cara mengorganisasikan isi bahan bacaan.
Keterampilan berbicara bersifat mekanistis. Semakin sering dilatihkan atau digunakan semakin lancar orang berbicara. Pembinaan dan pengembangan keterampilan berbicara harus melalui pendidikan atau pengajaran berbahasa. Hal ini dapat berlangsung di dalam dan di luar sekolah.
Pembinaan dan pengembangan keterampilan berbicara siswa di sekolah menjadi tanggung jawab guru-guru bahasa Indonesia. Mereka harus dapat menciptakan suasana dan kesempatan belajar berbicara bagi siswa-siswa. Mereka harus sabar dan tekun memotivasi dan melatih siswa berbicara. Karena itu guru bahasa Indonesia harus mengenal, mengetahui, menghayati, dan dapat menerapkan berbagai teknik, teknik atau cara mengajarkan keterampilan berbicara, sehingga pengajaran berbicara menarik, merangsang, bervariasi, dan menimbulkan minat belajar berbicara bagi siswa. Teknik pengajaran berbicara yang dapat diterapkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, antara lain:

Teknik Pengajaran Membaca
Keterampilan membaca perlu sekali dikuasai oleh setiap siswa. Pertama, saat siswa dalam proses penyelesaian studinya keterampilan membaca diperlukan dalam mempelajari setiap mata pelajaran. Setiap mata pelajaran pasti memiliki buku teks yang harus dicerna oleh siswa. Kedua, bila siswa nantinya terjun dalam kehidupan bermasyarakat di luar sekolah keterampilan membaca itu tetap sangat diperlukan. Misalnya membaca koran, majalah, dsb. Bahkan dalam keadaan santai pun keterampilan ini tetap diperlukan. Misalnya membaca menu di restoran saat beristirahat, membaca teks film, dsb.
Pengembangan keterampilan membaca tersebut pertama-tama dibebankan kepada guru bahasa Indonesia di SD. Melalui pengajaran bahasa Indonesia, pokok bahasan membaca, guru harus mengarahkan siswanya agar dapat:
1)    membaca atau melek huruf,
2)    memahami pengertian dan peranan membaca,
3)    memahami teori dasar membaca,
4)    memiliki minat baca,
5)    memiliki keterampilan membaca.
Jenis kegiatan membaca ada bermacam-macam. Namun yang terpenting diantaranya adalah kegiatan membaca pemahaman. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang diikuti siswa semakin tinggi pula tuntutan penguasaan Keterampilan membaca pemahaman tersebut. Aktivitas siswa dalam membaca pemahaman selalu mengacu kepada pengecekan pemahaman siswa terhadap isi bacaan. Termasuk di dalamnya pemahaman kata, ungkapan, kalimat, isi paragraf, bacaan. Termasuk di dalamnya pemahaman kata, ungkapan, kalimat, isi paragraf, dan isi wacana dan akhirnya siswa dapat menceritakan kembali isi bacaan.
Guru harus berupaya agar pengajaran membaca disukai oleh siswa. Hal ini dapat terlaksana apabila guru telah menguasai materi dan cara penyampaian materi. Dalam segi penyampaian materi guru harus sudah mengenal, mamahami, menghayati, dan dapat menerapkan berbagai teknik pengajaran membaca.

Teknik Pengajaran Menulis
Di sekolah pihak yang paling berkompeten menumbuhkan keterampilan menulis ini adalah guru bahasa Indonesia. Mereka harus melatih anak didiknya agar terampil menulis. Lebih-lebih guru bahasa Indonesia di SD harus dapat menumbuhkan keterampilan menulis ini pada setiap siswanya.
Menulis berarti mengekspresikan secara tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan. Sarana mewujudkan hal itu adalah bahasa. Isi ekspresi melalui bahasa itu akan dimengerti orang lain atau pembaca bila dituangkan dalam bahasa yang teratur, sistematis, sederhana, dan mudah dimengerti.
Keterampilan mengekspresikan pikiran melalui bahasa yang teratur, sistematis, sederhana, dan mudah dimengerti itulah yang harus dilatih oleh guru bahasa Indonesia pada siswanya. Hal ini bisa dicapai melalui latihan menulis terarah dan berencana. Misalnya latihan menulis dalam bentuk yang paling sederhana, biasa, dan sukar.

Teknik Pengajaran Apresiasi Sastra
Pengajaran apresiasi sastra di SD pada dasarnya ingin menanamkan hakikat apresiasi itu pada tingkat yang paling dasar. Itulah sebabnya materi pelajaran kadang-kadang diambil dari puisi atau prosa yang isinya sejalan dengan perkembangan jiwanya.Sastra diajarkan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sampai sekolah menengah atas. Materi pengajaran sastra untuk ketiga jenjang pendidikan tersebut di atas tersusun secara lengkap dan utuh.
Apresiasi adalah pengenalan terhadap tingkatan pada nilai-nilai yang lebih tinggi. Artinya, seseorang yang memiliki apresiasi terhadap sesuatu, mampu menetapkan dengan tepat bahwa sesuatu itu baik, kurang baik, atau buruk. Meningkatkan apresiasi siswa berarti meningkatkan kemampuan memahami, menikmati, dan menilai suatu karya sastra. Dengan kata lain, kemampuan berapresiasi, dapat pula ditafsirkan sebagai tingkat kepekaan siswa terhadap nilai-nilai karya satra.
Teknik Pengajaran Kebahasaan
Pengajaran kebahasaan adalah salah satu aspek pengajaran bahasa Indonesia di SD yang meliputi: struktur kata, bentuk-bentuk kata, cara pembentukan kata, susunan kata dalam kelompok kata dalam klausa dan dalam kalimat, serta seluk beluk dalam kalimat. Tujuan pengajaran kebahasaan adalah agar siswa memahami struktur dasar bahasa serta dapat menerapkannya dalam kalimat baik secara lisan maupun tulisan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengajaran kebahasaan tidak boleh berhenti pada pemahaman teori atau struktur dasar bahasa saja tetapi harus dilanjutkan sampai keterampilan menggunakan struktur itu. Mereka harus diberi kesempatan luas bagaimana menggunakan bahasa. Siswa belajar memahami makna kata serta penggunaannya dalam kalimat. Jadi siswa diberi kesempatan mempelajari aturan bahasa dan penerapan aturan itu dalam kegiatanberbahasa.

2.3 Penerapan Teori Behavioristik Dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Bagi Anak Sekolah Dasar
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Oleh karena teori behavioristik ini lebih menekankan pada hasil yang dicapai dan proses yang dilakukan. Maka proses untuk pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia bagi anak sekolah dasar itu sendiri lebih cocok pada metode pembelajaran yang lebih mementingkan hasil yang dicapai. Seperti post test dan evaluasi hasil belajar yang bisa juga disebut ulangan atau ujian. Selain itu juga dengan wawancara juga mampu mengetahui hasil berbicara siswa. Namun juga tidak dapat menghilangkan pendekatan, metode, serta teknik pengajaran guru terhadap murid. Karena hal tersebut sangat diperlukan untuk memberi pengetahuan atau stimulus pada murid unruk belajar dan mendapat ilmu pengathuan yang baru dan murid juga akan berusaha belajar dengan sendirinya.
Selain itu yang harus diperhatikan adalah hasil dari ujian itu sendiri harus memenuhi aspek kelulusan murid ata peserta didik, antara lain berbicara, menyimak, menulis, membaca, dan kebahasaannya. Menurut penulis yang lebih cocok teknik pengajaran dalam bahasa Indonesia anak sekolah dasar itu adalah dengan teknik pengajaran menulis. Karena kebanyakan pada era masa kini dalam proses ujian adalah teknik menulis.
Adapun uraian teknik pengajaran menulis antara lain dijelaskan dibawah ini.
Di sekolah pihak yang paling berkompeten menumbuhkan keterampilan menulis ini adalah guru bahasa Indonesia. Mereka harus melatih anak didiknya agar terampil menulis. Lebih-lebih guru bahasa Indonesia di SD harus dapat menumbuhkan keterampilan menulis ini pada setiap siswanya.
Menulis berarti mengekspresikan secara tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan. Sarana mewujudkan hal itu adalah bahasa. Isi ekspresi melalui bahasa itu akan dimengerti orang lain atau pembaca bila dituangkan dalam bahasa yang teratur, sistematis, sederhana, dan mudah dimengerti.
Keterampilan mengekspresikan pikiran melalui bahasa yang teratur, sistematis, sederhana, dan mudah dimengerti itulah yang harus dilatih oleh guru bahasa Indonesia pada siswanya. Hal ini bisa dicapai melalui latihan menulis terarah dan berencana. Misalnya latihan menulis dalam bentuk yang paling sederhana, biasa, dan sukar. Berikut ini disajikan beberapa contoh dalam bentuk kegiatan guru dan siswa pada pembelajaran menulis di Sekolah Dasar.

a.    Teknik Menggambar Garis
Menggambar garis digunakan dalam pengajaran pra-menulis. Tujuannya melatih otot-otot tangan agar terbiasa melakukan gerak dalam menulis. Garis-garis yang digambar adalah garis lurus, melengkung, membulat, dsb.
Contoh kegiatan guru dan siswa pada saat menggambar garis tegak lurus:
Guru : Anak-anak lihat baik-baik garis berikut!
Siswa : (Melihat cara membuat garis dan gambar garis).
Guru : Sekarang anak-anak meniru Ibu menggambar garis lurus. Masing-masing menggambar di udara atau di awang-awang dahulu. Lihat baik-baik gerak tangan Ibu.
Siswa : Mengikuti dan meniru gerak tangan dari atas ke bawah membentuk garis lurus.
Guru : Sekarang lakukan hal tadi dalam bukumu masing-masing.
Siswa : (Menggambar garis-garis tegak di bukunya masing-masing).
Guru : (Berkeliling kelas memperhatikan siswa menggambar garis serta menolong siswa yang mengalami kesulitan).
b.    Teknik Menyalin Huruf
Mengarahkan siswa agar dapat menyalin huruf harus berencana, terarah, selangkah demi selangkah. Mula-mula guru memperlihatkan gambar huruf yang cukup besar. Gambar itu dapat ditempelkan pada papan tulis. Atau setiap siswa mendapat kartu huruf tersebut.
Setelah mengamati gambar huruf siswa mengikuti garis-garis gambar dengan ujung pensil atau ujung jarinya. Petunjuk garis mana yang pertama diikuti dan arahnya ke mana sangat membantu siswa. Langkah berikutnya menghubungkan titik-titik pada gambar huruf yang sebagian garisnya dihilangkan. Setelah langkah pertama dan kedua dilakukan berulang-ulang siswa siap dan dapat menyalin huruf itu secara utuh. Begitu juga dengan huruf-huruf lainnya yang sama dilakukan oleh siswa. Akhirnya siswa dapat menuliskan huruf.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar.
Oleh karena teori behavioristik ini lebih menekankan pada hasil yang dicapai dan proses yang dilakukan. Maka proses untuk pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia bagi anak sekolah dasar itu sendiri lebih cocok pada metode pembelajaran yang lebih mementingkan hasil yang dicapai. Seperti post test dan evaluasi hasil belajar yang bisa juga disebut ulangan atau ujian. Selain itu yang harus diperhatikan adalah hasil dari ujian itu sendiri harus memenuhi aspek kelulusan murid ata peserta didik, antara lain berbicara, menyimak, menulis, membaca, dan kebahasaannya. Menurut penulis yang lebih cocok teknik pengajaran dalam bahasa Indonesia anak sekolah dasar itu adalah dengan teknik pengajaran menulis. Karena kebanyakan pada era masa kini dalam proses ujian adalah teknik menulis.



3.2 Saran
1. pembaca harus lebih banyak belajar tentang teori behavioristic, karena teri belajar behavioristic merupakan teori belajar yang sangat berpengaruh hingga masa kini dalam dunia pembelajaran.
2. Guru harus lebih bisa memberikan motivasi dan stimulus yang baik, agar siswa atau peserta didik mampu menyerap ilmu pengetahuan dengan maksimal di samping dengan usaha siswa itu sendiri.






DAFTAR PUSTAKA

Nurhadi, Agus Gerrad Senduk. 2003.Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Surabaya: Universitas Negeri Malang.
Purwanto, Ngalim dan Djenian Alim. 1997. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar. Bandung: PT Rosda Jaya Putra,
http//google.com/teoribehavioristik, diakses, 15 Oktober 2010
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik, diakses, 15 Oktober 2010
http://madziatul.blogspot.com/2009/07/teori-belajar-behavioristik-dan.html, diakses,
15 Oktober 2010



Tidak ada komentar:

Posting Komentar